(Auto Kritik Terhadap Kemahasiswaan)*
Berproses di organisasi bukanlah hal yang kebetulan apalagi peranan Tuhan
yang disebut takdir. Semua orang tahu itu tetapi tidak semua orang
menyadarinya. Seseorang yang berada di organisasi harus mengetahui arah, tujuan
dan koridor dari perjalanan organisasi itu sendiri. Terlibat aktif dalam sebuah
organisasi sama halnya dengan seseorang yang menanam dan merawat sebuah pohon. Di
mana ada tujuan besar yang ingin dicapai dari adanya organisasi tersebut,
alasan dan tujuan besar kemudian diejawantahkan kepada kegiatan sekaligus pola
dalam menjalankan organisasi. Ada pelaku/subjek organisasi, struktur, aturan,
visi & misi dan lainnya. Tentu banyak sekali metode filosofi yang ada namun
ingin penulis sampaikan adalah tentang tujuan dari organisasi mahasiswa.
Tujuan esensi dari organisasi mahasiswa adalah kaderisasi, proses
menyiapkan kader yang mampu mengamalkan tri dharma perguruan tinggi. Lebih luas
lagi diharapkan output organisasi kampus ialah mencetak insan yang
berintegritas, humanis dan kritis. Maka dengan demikian kampus melalui
organisasi kemahasiswaan harus bisa menjadi wadah kaderisasi bagi mahasiswanya.
Sehingga organisasi kampus bisa membentuk karakter mahasiswa yang bermoral,
beradap dan berdaulat. Memandang organisasi sangat penting bagi proses
mahasiswa tidak jarang Perguruan Tinggi membentuk rektor bagian kemahasiswaan.
Rektor bagian kemahasiswaan mempunyai tanggungjawab untuk mendidik,
melayani dan mengontrol segala urusan yang berkaitan dengan kebutuhan mahasiswa
termasuk organisasi mahasiswa. Dengan tupoksi yang sudah proporsional
diharapkan rektor bagian kemahasiswaan mampu menggunakan kewenangannya agar
seluruh mahasiswa bisa berproses secara baik. Biasanya organisasi mahasiswa
yang berada dalam kewenangannya antara lain, Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan
Eksekutif Mahaiswa (DEMA)/Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa
Prodi (HIMA), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Quo Vadis Kaderisasi
Tepat 30 November 2018 BEM periode 2017-2018 Universitas Nahdlatul
Ulama Yogyakarta sudah habis masa jabatan. Otomatis sejak itu tidak ada
kepengurusan BEM. Sesuai dengan tradisi Keluarga Besar Lembaga Mahasiswa (KBLM)
yang berwenang dalam hal ini untuk mengadakan kepengurusan BEM yang baru adalah SEMA dan Lembaga
Pemilihan Umum Mahasiswa (KPU-M) yang memang dibuat khusus oleh SEMA. Namun sampai
hari ini sudah terhitung kurang lebih 5 bulan kampus tercinta tidak mempunyai
kepengurusan BEM yang baru.
Kendalanya ada di Senat Mahasiswa (baca: LPM Nusa “Pemilu Raya Masih Macet, Kendalanya Masih di SEMA”). Miris melihat
realita yang ada. Mengapa? Karena SEMA merupakan lembaga legislatif dan induk organisasi kampus dalam pembuatan
aturan. Parahnya lagi, masih hangat dalam pikiran kita ketika pelaksanaan
Pemilu Raya macet malah SEMA asyik sendiri dalam rumah tangganya yang muaranya
terjadi pembaharuan kepengurusan. Jika hanya lembaga legislatif yang ada,
lantas siapa yang akan menjadi eksekutif di lapangan?. Dari situlah dapat
diketahui pentingnya keberadaan BEM sebagai lembaga eksekutif.
Disisi lain ketika beberapa waktu yang lalu SEMA dan KPU-M melakukan
gerakan pendaftaran calon Presiden BEM hingga dari gerakan tersebut sudah
tersebar surat aklamasi yang hanya tinggal aklamasi. Namun hal itu tidak
terjadi bahkan sebaliknya SEMA dan KPU-M mengadakan pendaftaran capresma kedua
kalinya. Timbul banyak pertanyaan bagaimana kejelasan proses aklamasi
kemarin(baca: LPM Nusa “KPUM MembukaPendaftaran Presma Lagi, Hasil Proses Pemilu Sebelumnya Apa Kabar?”).
Dimana Peran Kemahasiswaan...?
Penulis yang juga Demisioner Presiden Mahasiswa memaklumi kejadian
semacam itu, namun sebagai insan terdidik dan intelektual kita bisa belajar
pada pengalaman dan selalu berusaha memperbaiki diri. Dari sinilah Rektor
bagian Kemahasiswaan mempunyai hak otoritas untuk turun gunung menengahi dan meluruskan
persoalan ini semua. Persoalan kaderisasi di KBLM sudah sangat memprihatinkan
khususnya di lembaga legislatif. Sejauh ini belum ada kejelasan yang jelas
kepada publik dari Rektor bagian Kemahasiswaan. Seperti jumpa pers bersama
dengan KBLM dan tanggapan umum dari Kemahasiswaan kepada mahasiswa dan lainnya.
Kemahasiswaan berkewajiban mengontrol proses kaderisasi mahasiswa yang
berada di organisasi intra kampus secara khusus dan mahasiswa keseluruhan
secara umumnya. Kaderisasi ini bukan hanya menyangkut proses organisasinya,
namun juga jauh lebih spesifik pada etika, moral dan akhlakul karimah. Sehingga
dengan demikian, mahasiswa UNU Yogyakarta khususnya organisatoris mampu
memiliki karakter berintegritas, jujur dan disiplin. Sebab, jika hal ini terus
dibiarkan maka KBLM akan kehilangan fitrah sebagai wadah berproses mahasiswa di
lingkungan kampus. Jika udah demikian maka kita semua sebagai founding Father KBLM mempunyai beban
moral dan dosa sejarah. Mahasiswa akan tetap terus menunggu kebijakan dari
Kemahasiswaan agar kaderisasi kampus kembali ke fitrah yang sesungguhnya,
sehingga cita-cita ulung kampus UNU Yogyakarta sebagai Kampus Kaderisasi bukan
hanya nyanyian sebelum tidur.
*Syaiful
Demisioner Presiden Mahasiswa
Demisioner Presiden Mahasiswa