-->
Cacatnya Sistem Administrasi Kampus Tercinta
Cacatnya Sistem Administrasi Kampus Tercinta

Cacatnya Sistem Administrasi Kampus Tercinta

Nalar kami belum sampai untuk memahami sistem administrasi yang mengharuskan daftar ulang kuliah padahal kami tidak pernah meminta untuk keluar atau berhenti kuliah. Logikanya dimana? Belum lagi proses daftar ulang yang maha ribet...


Coba acungkan tangan yang setuju bahwa sistem administrasi kampus kita masih banyak cacat dan menyusahkan mahasiswa! Redaksi LPM Nusa telah melakukan kajian dan riset terkait sistem administrasi kampus yang menyusahkan. Kajian ini bertujuan untuk menguraikan masalah yang dihadapi saat ini. Kita paham, suara pers adalah suara publik dan pers wajib memfasilitasi publik untuk bersuara, karena itulah, menjadi aneh jika mahasiswa tidak menjadikan LPM Nusa sebagai sarana mengutarakan pendapat.


Kembali ke topik terkait cacatnya administrasi kampus tercinta ini kami sinyalir dari ribetnya proses daftar ulang. Sudah jelas kuliahnya di UNU Jogja, tapi tiap semester disuruh daftar berulang-ulang. Padahal sistem pembelajarannya adalah sistem blok. Muatan mata kuliah yang akan dihadapai oleh mahasiswa selama satu semester kedepan ditentukan berdasarkan paketan dari prodi. Berbeda dengan sistem pembelajaran di kampus yang menggunakan sistem kredit semester (SKS). Di Kampus dengan sistem SKS, mahasiswa  bisa memilih sendiri mata kuliah yang akan dihadapi selama satu semester ke depan. Sehingga perlu daftar ulang dengan  mengajukan daftar mata kuliah yang akan diambil dan disetujui oleh dosen pembimbing akademik (DPA).

Simpelnya seperti ini, di kampus lain mata kuliah memilih sendiri, sehingga setiap awal semester perlu mengajukan mata kuliah yang akan diambil di semester depan. Keputusan itu harus disetujui DPA karena itu Kartu Rencana Studi (KRS) perlu ditandatangani oleh DPA sebagai bentuk persetujuan. Sedangkan di UNU Jogja, mata kuliah yang akan dihadapi oleh mahasiswa selama satu semester kedepan dirumuskan oleh dosen prodi masing-masing. Sehingga mahasiswa tidak perlu memilih mata kuliah yang akan diambil selama satu semester kedepan, sama persis seperti saat SMA. Dengan kenyataan demikian, apa urgensinya sehingga mahasiswa UNU Jogja yang berasal dari berbagai pelosok negeri ini harus repot-repot daftar ulang?


Nalar kami belum sampai untuk memahami sistem administrasi yang mengharuskan daftar ulang kuliah padahal kami tidak pernah meminta untuk keluar atau berhenti kuliah. Logikanya dimana? Belum lagi proses daftar ulang yang maha ribet.

Pembaca yang budiman, coba bayangkan betapa ribetnya proses daftar ulang yang semacam ini:

  1. Mahasiswa download kemudian print Kartu Hasil Studi (KHS).
  2. KHS yang sudah di print harus ditandatangani oleh DPA. Karena dosen UNU Jogja banyak yang sibuk atau tidak selalu di kampus, maka mahasiswa harus membuat janji terlebih dahulu untuk bertemu dan minta tandatangan.
  3. Setelah ditandatangani, disetorkan ke Ruang Tendik. Jika mahasiswa beasiswa, KHS disetor beserta lembar pengabdian. Sedangkan jika mahasiswa non beasiswa, KHS disetor berikut bukti pembayaran SPP. Jika belum bisa melunasi SPP, buat surat pernyataan nunggak bermaterai.
  4. Setelah 3 proses diatas terlewati, mahasiswa akan mendapatkan formulir aktivasi status kemahasiswaan dan harus mengisinya
  5. Setelah diisi, formulir itu harus ditandatangani oleh mahasiswa yang bersangkutan, DPA dan Kepala Prodi. Sampai disini, mahasiswa harus kembali menghubungi DPA untuk minta tandatangan formulir. Setelah dapat tandatangan DPA, baru bisa minta tandatangan Kepala Prodi. Sangat langka ditemui, Kepala Prodi yang mau tandatangan sebelum DPA. Jadi seperti Rukun Wudlu ya, harus tertib sesuai urutan.
  6. Setelah semua proses terlewati, Selamat. Kalian bisa tarik nafas untuk kembali menghadapi libur panjang menuju hari aktif kuliah yang masih akan dimulai 27 September.

Melihat proses itu, mungkin pembaca akan berpendapat begini: 

“Biar tidak bolak-balik ketemu dosen, tandatangan KHS dibarengkan dengan tandatangan lembar aktivasi”.

Tidak semudah itu, kawan. Formulir aktivasi status kemahasiswaan baru bisa didapat, diisi dan ditandatangani setelah mahasiswa menyerahkan KHS dan lembar pengabdian beasiswa (untuk mahasiswa beasiswa), atau KHS dengan bukti pembayaran (untuk mahasiswa non beasiswa).  Jadi kalau belum menyerahakan KHS belum bisa mendapatkan formulir aktivasi. Sampai disini, setuju kalau proses daftar ulang ribet dan menyusahkan mahasiswa?

Belum lagi kalau kita sorot dari sisi waktu. Jarak waktu akhir daftar ulang dengan hari aktif kuliah selisih 20 hari. Kalau mahasiswa luar daerah, 20 hari itu dihitung uang makannya. Kalau sekali makan seharga 10 ribu, dalam sehari makan dua kali jadi 20 ribu. Kalau 20 hari berarti selama liburan mahasiswa menghabiskan uang makan 400 ribu. Padahal  seandainya mahasiswa tidak harus repot2 datang lebih awal ke kampus karena mau daftar ulang, maka uang 400 ribu itu bisa dibuat untuk uang kost di hari aktif masuk kuliah.

Kalau mau dikesampingkan urusan ekonomi, okelah dikesampingkan. Tapi bahwa sistem administrasi yang cacat itu ribet dan menyusahkan mahasiswa, tentu tidak boleh dikesampingkan. Berikut kami sampaikan bukti bahwa proses daftar ulang ini ribet dan menyusahkan mahasiswa. Ditengah keasyikan menikmati liburan, Hanafi salah satu Mahasiswa Prodi Agribisnis harus datang ke Jogja dari Surabaya hanya untuk daftar ulang. Setelah itu kembali lagi ke Surabaya. Belum lagi kata Hanafi, dosennya sibuk. Sehingga susah ditemui. Hanafi juga menceritakan, ada temannya yang bernama A. Sudah sampai di kampus, menungggu dosen rapat dari pagi sampai siang. Karena siang ada acara, A pulang sebelum mendapat tandatangan dosen. A Tidak jadi daftar ulang, maka keesokannya dia harus datang lagi ke kampus. Padahal rumahnya di luar kota yang butuh waktu tempuh sekitar satu jam.

Ada lagi yang menarik. Khirzul, salah mahasiswa Manajemen, sudah menyelesaiakan pembayaran dan pesyaratan daftar ulang. Setelah menyetorkan formulir aktivasi status kemahasiswaan dan diverifikasi oleh pihak Tendik, dia dinyatakan kurang membayar uang pembangunan. Padahal menurut Khirzul, dirinya tidak membayar sisa uang pembangunan karena memang mendapat potongan pembayaran berhubung dirinya beasiswa tahfidz. Untuk membuktikan itu, Khirzul harus kembali ke kost temannya mencari bukti beasiswa yang dimaksud. Karena proses pencarian yang cukup dramatis, Khirzul baru menemukan bukti itu sore hari. Dia kembali ke kampus untuk menyerahkan ke Tendik, tapi ternyata tendik sudah tutup. Besoknya Khirzul harus kembali ke kampus dan memotong jam kerjanya.


Deretan pengalaman di atas hanya sebagian kecil dari kumpulan kisah dramatis yang menggugah keprihatinan yang dikumpulkan oleh LPM Nusa. Ada lebih banyak kisah sedih dan keluhan yang sampaikan mahasiswa dan diterima oleh LPM Nusa. Di akhir tulisan ini, kami segenap pengurus LPM Nusa atas nama suara mahasiswa, mohon kepada civitas akademika UNU Jogja untuk merevisi proses daftar ulang yang maha ribet itu. Kami punya usulan begini:

Untuk mahasiswa reguler yang non beasiswa: Download KHS dan Membayar SPP. Lalu bukti pembayaran dan KHS di Scan atau difoto dan dikirimkan via email ke pihak kampus. Setelah itu kampus memverifikasi, kalau tidak ada masalah langsung aktifkan status kemahasiswaannya. Sedangkan untuk mahasiswa beasiswa: Download KHS, lalu scan atau foto KHS beserta lembar pengabdian beasiswa, setelah itu dikirim via email ke pihak kampus. Pihak kampus lakukan verifikasi. Kalau pengabdiannya memenuhi standar, langsung aktifkan status kemahasiswaannya.

Adapun bagi mahasiswa yang bermasalah misalnya belum bisa melunasi SPP (untuk mahasiswa non beasiswa) atau pengabdiannya bermasalah (bagi mahasiswa beasiswa), suruh menghadap ke kampus menemui bagian yang menangani urusan ini.

Dengan pola semacam ini tentu akan memudahkan semua pihak. Mahasiswa tidak ribet, dosen yang mungkin sibuk penelitian tidak perlu diganggu oleh mahasiswa yang datang bergantian minta tandatangan. Juga karyawan Tendik tidak sumpek melihat mahasiswa yang satu orang saja harus kembali 2 kali hanya untuk mengurus daftar ulang. Belum lagi kalau ada persyaratan yang kurang, atau mahasiswa yang bersangkutan minim informasi, satu orang mahasiswa bisa lebih 2 kali menghadap Karyawan Tendik hanya untuk daftar ulang.

Selanjutnya, kami berharap kepada organisasi mahasiswa induk seperti Badan EksekutifMahasiswa (BEM) dan Senat Mahasiswa (SEMA) untuk ikut andil mengontrol proses pendidikan berikut sistem administrasi di kampus tercinta ini. Kalau BEM dan SEMA tidak bisa memperjuangkan hak-hak mahasiswa dan menyuarakan keluh kesah mahasiswa, sebaiknya tahu diri dengan cara melepas jabatan. Mari kita perjuangkan pendidikan yang demokratis dan memanusiakan manusia.

*Kajian Redaksi LPM Nusa

Sumber Thumbnail: Tempo

update: Atas permintaan yang bersangkutan, salah satu screen capture snap wa yang kami post kami hapus.

Baca juga: