-->
Khazanah Idul Adha: Uswah Leadership Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Khazanah Idul Adha: Uswah Leadership Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Khazanah Idul Adha: Uswah Leadership Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Hemat penulis, ada yang menarik dari sejarah tersebut. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mempunyai uswah leadership yang jauh diatas orang pada umumnya.


Oleh: Syaiful*

Setiap tanggal 10 Dzulhijjah umat muslim merayakan hari raya Idul Adha, dikenal juga dengan “Hari Raya Haji”, karena kaum muslimin yang sedang menunaikan haji  menunaikan ibadah yang paling utama, yaitu wukuf di Arafah. Sesuai syariah, mereka memakai pakaian serba putih yang tidak berjahit, yang dikenal pakaian ihram, filosofinya ialah melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup,  mempunyai  tatanan nilai yang konstruktif yaitu persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan, mereka semuanya sederajat. Secara bersamaan tujuan mereka hanya ingin mendekatkan diri kepada Allah sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

Di samping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga disebut “Idul Qurban”, dimana pada hari itu Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu menunaikan ibadah haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita sebagai makhluk kepada Allah SWT.
sumber: Pixabay

Perayaan Idul Adha tidak telepas dari pemotongan hewan qurban. Asal mula qurban dimulai ketika Nabi Ibrahim as mendapatkan dari wahyu dari Allah agar menyembelih putranya Ismail  yang pada saat itu sudah mulai remaja. Wahyu didapat nabi Ibrahim melalui mimpinya. Sudah menjadi kewajiban bagi seorang nabi untuk melaksanakan perintah Allah. Nabi Ibrahim yang pada saat itu mempunyai dua tugas pokok penting, sebagai Nabi Allah dan sebagai kepala rumah tangga.

Selepas bangun dari mimpinya, nabi Ibrahim AS menemui Ismail muda kemudian menceritakan wahyu Allah yang diterimanya kepada puteranya Ismail. Ketika Ismail mendapat mendengar pernyataan ayahnya lalu nabi Ismail rela dirinya dijadikan qurban. Begitu pasrah dan ikhlasnya Ismail akan perintah allah. Selain memang merasa rela dan ikhlas dirinya disembelih dia juga meminta ayahnya Ibrahim untuk menyampaikan salamnya kepada ibunya dan meminta parangnya ditajamkan.

Itulah secarik sejarah awal mula qurban bagi kaum muslimin. Hemat penulis, ada yang menarik dari sejarah tersebut. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mempunyai uswah leadership  yang jauh diatas orang pada umumnya. Dimana nabi Ibrahim secara terbuka, jujur dan tegas menerima perintah Allah. Begitupun dengan nabi Ismail yang sangat tabah dan sabar menerima perintah Allah. Secara psikologis keduanya memiliki sifat ketundukan dan ketaatan.

Refleksi Uswah Leadership

Di dalam jiwa nabi Ibrahim dan Ismail tertanam uswah leadership yang tidak diragukan lagi. Kemampuan dalam menerima wahyu Allah ketika hadir dalam mimpinya. Nabi Ibrahim yang juga sebagai utusan-Nya dapat memilih antara kabar yang memang wahyu datangnya dari allah dan kabar yang hasutan dari syetan. Nabi Ismail pun juga demikian, memiliki karakter yang tidak bisa dimiliki oleh pemuda pada umunya. Di usia muda mampu menanggalkan egonya sendiri demi mencari ridha-Nya. Itulah yang menarik kita tarik uswah dari sejarah awal mula ibadah sunah berqurban.

Iman

Nabi Ibrahim dan nabi Ismail memiliki Iman yang sangat tinggi. Terlihat dari responsibity yang tanggap. Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa iman tidak cukup hanya sebagai pembenaran hati, dan juga lisan. Tetapi juga harus disertai dengan perbuatan. Di dalam QS An Nur ayat 47, Allah berfirman yang artinya: “kami telah beriman kepada allah dan rasul dan kami mentaati kedunya. Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang yang beriman”.  Seorang yang beriman juga bisa mempresentasikan ibadahnya yang dilakukan sehari-hari sesuai dengan syariah. Sehingga, menciptakan ketaatan beribadah yang fundamental dan masif.

Amanah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amanah mempunyai arti sesuatu yang dipercaya (dititipkan) kepada orang lain. Sederhananya amanah memiliki dua kompenen: pemberi amanah dan yang menerima amanah. Amanah juga bisa menjadi manifestasi hubungan vertikal antara seorang hamba kepada Allah (hablum minallah), hubungan horizontal antara seorang hamba kepada hamba yang lain (hamblum minannash), serta hubungan hamba kepada lingkungan sekitar (hablum minal alam). Peristiwa terjadinya idul qurban juga memanifestasikan rasa amanah amat sangat besar yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.

Visioner 

Menjadi penentu arah sekaligus menjadi teladan bagi lingkungan sekitar. Bukan hal yang mudah bagi seorang untuk mengambil keputusan yang tidak populis namun penuh resiko. Keputusan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya adalah hal yang sangat beresiko. Selain itu, kemampuan Ibrahim meyakinkan istrinya agar bisa merelakan Ismail untuk dijadikan qurban. Dari situlah akhlak Ibrahim yang sepatutnya menjadi teladan bagi keluarga dan juga umat islam.

Leadership seperti itulah yang menjadi teladan bagi kita sebagai calon pemimpin muda milenial. Mengambil hikmah dari sejarah qurban Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Seyogianya pemuda saat ini mempunyai jiwa pemimpin, khususnya untuk orang di pemerintahan agar bisa mengambil ibrah sebagai pedoman memerintah serta sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Melatih diri agar mempunyai keimanan yang tinggi dalam memimpin, sehingga jauh dari perkara mungkar. Amanah dalam menjalani tugas yang sedang diemban dengan tujuan kemaslahatan bagi orang di lingkungannya. Terakhir memiliki visioner dalam mengambil tindakan agar terukur, realistis sekaligus sesuai dengan kebutuhan yang berorientasi kepada kemashlahatan umat. Semoga!

*penulis adalah pengurus Himpunan Mahasiswa Akuntansi, juga aktif
di PMII UNU Yogyakarta dan anggota YOUNG LEADER Indonesia.

Baca juga: