Rasan-rasan soal mahasiswa akhir saya ingat alur Film “Transformers Rise Of The Beasts” yang sudah rilis di bioskop bulan Juni kemarin. Siapa yang sudah nonton? nonton mas, tapi bajakan download di platform pesawat kertas berwarna biru. Di film itu diilustrasikan tentang sebuah misi penyelamatan bumi robot aliens antara kelompok Autobots dari ancaman golongan Decepticons. Autobots dibantu oleh manusia yaitu Noah seorang pensiunan mekanik militer Amerika dan Elena si peneliti. Diceritakan bersatunya robot dengan manusia, berkelompok (organisasi) untuk melakukan misi tertentu. Hal itu terjadi setelah melewati diskusi panjang karena salah satu anggota Autobots beranggapan manusia sering dilanda krisis identitas sehingga dia hanya mau mempertahankan apa yang dia miliki.
Organisasi dan misi adalah satu poin yang saya dapat saat menonton film itu. Barangkali lengkapnya dengan memiliki organisasi yang sesuai dengan misi yang kita harapkan bisa menjadi solusi ketika kamu merasa krisis identitas. Dua tahun silam saya ngopi dengan teman yang aktif sekali berorganisasi. Tidak mau cepat-cepat lulus, soalnya bingung setelah lulus mau kemana. Setidaknya dengan statusnya sebagai mahasiswa terselematkan dari label pengangguran. Bagus juga idenya meskipun tidak bisa dibenarkan. Ya setidaknya berbekal kartu mahasiswa naik Transjogja dapat diskon khusus.
Terkadang saya merenung dimana andil organisasinya yang dia diikuti. Kenapa bisa punya anggota yang tidak siap mental untuk berkompetisi. Masak iya sebuah organisasi kampus hanya ingin mendidik anggotanya pintar publik speaking tapi mentalnya lemah, jago negosiasi tapi sulit beradaptasi di tempat baru. Gak dua-duanya mas, wong dikampusku gak ada organisasinya. Eh ada ding tapi fakum. Eh gak tau mas, wong aku masih camaba kok!
Ekspektasi secara umum mahasiswa akhir tentu ingin bekerja bergaji UMR. Padahal gaji segitu juga belum tentu sejahtera. Lha kepie wong UMR Jogja cuma cukup buat bayar kosan sama ngopi di angkringan alias belum bisa beliin mbak e sepatu sneakers. Jangan ngeluh mas, syukuri yang ada. Jika gak percaya lain kali kita agendakan ngopi tak bikinkan hitungan realnya (maksa).
Dunia kerja saat ini begitu dinamis sehingga dibutuhkan mental yang relevan dan mudah beradaptasi (flexibelity learning). Maka sebalum melamar kerja kamu harus self assessment (penilaian kemampuan diri). Tempat kerja memiliki demanding (permintaan) begitu tinggi pada karyawannya.
Bukan hal yang aneh jika kamu mengerjakan job diluar dari jobdesk bidangmu. Semisal seorang admin diminta bosnya untuk membuat digital advertising, bagian desain grafis disuruh membuat copywriting produk. Belum lagi persoalan toxic rekan kerja, kesehatan mental terganggu karena sering depresi, dan kerajaanmu bisa tergantikan Artificial Intellegent (AI). Jika sudah begini kamu ingin cari kantor yang bisa kerja sambil healing (worklife balance).
Melamar kerja juga bukan perkara gampang, berapa juta pesaing tiap tahun lulusan perguruan tinggi. Lulusan yang dilahirkan tidak sebanding dengan lowongan kerja yang disediakan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 ketersediaan lapangan kerja dan pencari kerja satu banding lima belas (1:15). Artinya ada satu lowongan kerja diperebutkan lima belas orang. Apply puluhan lowongan kerja, hanya sedikit yang ikut psikotes, beberapa ikut interview, dan hanya satu orang yang lolos diterima kerja. Persaingan dunia kerja memang kejam, bro sist.
Sekian banyak berkas lamaran yang kamu ajukan yang paling dilihat seorang Human Resourse Development (HRD) adalah Curriculum Vitae (CV). Karena disanalah nilai jualmu, layak digaji berapa, promosi jabatan, dan tunjangan yang berhak kamu terima. Khususnya pada poin pengalaman dan organisasi yang pernah dilakukan di kampus. Sekarang coba kamu lihat organisasi kampus sudah menyiapkan kalian sejauh mana. Atau hanya belajar softskill dan hardskill saja. Jika iya itu sudah bagus tapi tidak cukup. Contoh kecil saja iklan lowongan kerja saat ini sudah sering dimainkan oknum, ada yang bersifat penipuan dan hoax. Modus lama seperti dimintain duit sebagai syarat pendaftaran.
Organisasi perlu mendesain ulang visi misinya agar mampu memberikan dampak yang signifikan bagi para anggotanya. Maka organisasi sepi peminat bisa dibenarkan jika program dan gerakannya sudah tidak relevan bagi kebutuhan anggotanya, khususnya yang sebentar lagi akan jadi freshgraduate. Sedikit hal yang bisa saya bagikan sebagai saran buat kalian. Sadarilah bahwa organisasi juga punya tanggung jawab sosial menyiapkan demisioner terbaik. Anggap saja ini saran program kerja berbentuk testimoni.
Pertama, Pembinaan Self Assessment (penilaian diri). Self Assessment lebih penting dibanding Self Reward (penghargaan diri). Lha gimana mau diberi penghargaan wong nilainya aja jelek. Pembinaan Self Assessment berfungsi pembinaan dalam membantu memilih karir yang cocok dilihat dari kelebihan dan kelemahan bisa menggunakan metode SWOT, Framework Analysis, dan Inkai Method. Sambil belajar menjawab pertanyaan HRD misalnya, “coba anda sebutkan kelebihan anda?”, “keuntungan apa yang didapat perusahaan jika anda bekerja disini?”, dan lainnya. Eh mbak gimana kami menerima sampean jika tidak tau kelebihannya.
Kedua, Latihan Membuat CV Profesional. Seperti yang telah saya sebutkan diatas bahwa CV adalah labelmu. Gak usah ribet mas, sekarang sudah banyak template gratis. Begini, tools yang kerap dijadikan template secara gratis biasanya standar dan biasa aja. Menurut psikologi warna bisa mewakilkan identitas sesuatu, artinya perpaduan warna desain CV bisa menggambar kepribadian seseorang. Sedangkan yang dibutuhkan HRD CV yang unik dan berbeda. Ada tehnik khusus agar CV kamu dilirik mulai dari tampilan visual, tata letak (penyusunan), dan penulisan profil summery.
Ketiga, Tehnik Mencari Lowongan Kerja. Siapa disini yang masih mencari lowongan kerja menggunakan cara lama (konvensional). Suka ngantri dibawah panas matahari pake baju hitam putih dengan mambawa amplop ukuran A4 berwarna cokelat. Zaman sekarang metode itu sudah tidak jaman bro! Sekarang jobseeker bisa menggunakan internet seperti platform jobstreet, mykarir, dan LinkedIn semuanya sudah digital. Hal ini juga kamu harus mampu membedakan mana loker yang bodong mana yang real.
Selanjutnya, tidak kalah penting juga bagi organisasi selain tiga hal di atas untuk memelihara koneksi yang dimiliki. Di dalam atau luar kampus yang sifatnya kemitraan kelembagaan atau perorangan seperti mantan anggotanya dulu yang berkarir atau berbisnis profesional karena itu bisa jadi jembatan. Kalian apa pernah menemukan lowongan kerja hanya diberikan lewat teman ke teman (tertutup), dan lowongan kerja yang hanya disampaikan melalui jalur koneksi organisasi. Saya kira kalian bisa menemukannya sendiri di sekelilingnya. Nah, itu pula yang bisa kalian lakukan.
Mahasiswa akhir yang akan lulus lebih baik cari siapa lulusan yang pernah berkecimpung di organisasi yang sama lalu mintain info lowongan kerja atau minimal tips agar segera dapat kerja sebelum kamu lulus. Rebut bola di tengah lapangan itu lebih cerdik ketimbang menunggu datangnya bola. Terkecuali kamu bermodal beauty privelige dan akses orang dalam. Ah mas kayaknya aku berjuang sendiri deh, organisasi di kampus kegiatannya stagnan seperti itu makanya sepi dan vakum. Ya sudah ayok ke bioskop, tak beliin tiket nonton Transformers.
Syaiful Syabab, Alumnus UNU Yogyakarta 2021, Presma periode pertama 2017-2018. Berprofesi sebagai Blogger dan penikmat sate klatak.