Akhir-akhir ini kita sedang dibuat heboh dengan kehadiran film dokumenter pembunuhan dengan menggunakan kopi yang dicampur dengan sianida yang merenggut nyawa seseorang sehingga dalam pengusutannya pun tak kunjung menemukan titik terang. Di sisi lain, juga terdapat sebuah film dokumenter yang berjudul Jagal: The Act of Killing yang diproduksi pada tahun 2012 lalu.
Film yang banyak menuai kontroversial ini memiliki daya tarik sendiri dalam menceritakan bagaimana seorang pembunuh menghabisi korbannya.
Jagal merupakan sebuah film dokumenter yang diambil dari sudut pandang pelaku yang mencari dan membantai setiap orang yang memiliki hubungan dengan PKI. Film ini sangat menarik karena biasanya sebuah film menyajikan alur dan pandangan yang diambil dari sudut pandang korban. Berbeda dengan jagal, film ini membuka wawasan baru bagi kita bagaimana seorang Algojo memandang arti kehidupan dengan aliran darah setiap hari yang berada di tangannya.
Film garapan sutradara asal Amerika Serikat bernama Joshua Oppenheimer yang dirilis pada tahun 2012 juga menuai kontroversial di masyarakat. Anwar Congo adalah salah satu tokoh yang terdapat di film yang merupakan seorang preman sekaligus algojo yang sadis tanpa mengenal belas kasihan pada korbannya. Film ini sangat menarik karena menampilkan reka ulang adegan bagaimana sekelompok pembunuh massal yang membantai dan mengeksekusi korbannya yang dituduh terlibat dengan PKI maupun etnis Tionghoa.
Film yang diambil dengan latar belakang pada tahun 1965-1966 ini memang khusus dibuat untuk mengetahui sudut pandang pelaku dalam melakukan pembantaian serta bagaimana ideologi yang mereka gunakan sehingga tidak merasakan rasa bersalah sama sekali.
Film ini dibuka dengan menampilkan seorang preman sekaligus algojo dalam mengeksekusi terhadap orang-orang PKI dan Tionghoa. Anwar Congo merupakan orang yang ditakuti di Kota Medan karena kekejaman darah dinginnya dalam mengambil nyawa sesorang yang terlibat dalam insiden. Tentu saja yang salah satu yang membuat bahwa film ini memang kontroversial adalah keterlibatan organisasi Pemuda Pancasila (PP) dalam aksi pembantaian yang dilakukan oleh Anwar Congo.
Dalam penuturannya di film Congo mengaku bahwa ketika ia akan menghabisi korbannya yang akan dilakukan adalah mengikat seutas kawat pada sebuah tiang yang diujung kawat tersebut telah dikaitkan dengan sebuah kayu untuk memudahkan dalam menghabisi korbannya kemudian kawat tersebut akan ia lilitkan ke leher si korban dan ditarik dengan perlahan hingga tak bernyawa. Di sisi lain, ketika adegan tersebut ia jalankan Congo mengaku akan mengkomsumsi alkohol, ekstasi, ataupun miras yang diiringi dengan musik kesukaannya sehingga ia akan lebih rileks dan santai dalam menghabisi korbannya.
Salah satu yang membuat terkejut ketika menonton film ini adalah mereka mengaku bangga dengan perbuatannya, mereka mempunyai ideologi tersendiri untuk membenarkan apa yang mereka lakukan tanpa merasa bersalah. Di sisi lain, Congo yang merupakan preman tersadis walaupun diawal film merasa bangga dengan perbuatannya mengakui penyesalan dirinya terhadap kekejaman yang ia lakukan di masa lalu. Ia juga sering mengalami gangguan-gangguan ketika tidur di malam hari sehabis mengeksekusi korbannya dengan kejam.
Film ini memang menarik untuk ditonton sekalipun sekali seumur hidup karena akan membuka sudut pandang baru bagi kita mengenai sejarah kelam di masa lalu yang tidak akan kita dapatkan di mata pelajaran sekolah manapun.
Penulis | Mauladi | Editor | Hanif Muslim