Apakah selama ini kita telah menjadi manusia? Atau hanya sekedar susunan tulang yang dibalut oleh daging dan masa otot sehingga dapat bergerak? Lalu, apa yang kita pikirkan ketika merasa menjadi manusia yang mungkin bermanfaat atau hanya jadi beban saja.
Tulisan ini tentu saja tidak bermaksud untuk menyinggung umat manusia di alam raya. Karena saya tahu, memercikan api di daerah gersang itu penuh rejeki (resiko jelek tanggung sendiri), eh.
Mungkin tulisan ini akan sedikit terasa membual dan akan membuat anda sedikit mengalami gangguan kesehatan seperti, asam lambung yang naik, atau darah rendah karena keseringan begadang slepkol bersama dia sambil push rank yang naiknya seperti siput yang lagi antre sembako? Well, kalo kata saya mah apalagi ini musim politik dari pada ber-drama gk jelas kek pa***k alangkah lebih baik jika nyimak janji-janji manis politik daripada janji manis si dia, chuak. Kenapa hal ini penting? Karena pada dasarnya ini akan menjadi masakan utama ketika kita berperan menjadi manusia dengan sesungguhnya maupun pura-pura.
Di sini saya, anda, dan kita semua mengutip sabdanya lord Aldi bahwa ”semua orang bingung” adalah salah satu alasan mengapa menjadi manusia ada beberapa hal yang memang harus diperhatikan. Jadi, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada lord Aldi Taher karena menyadarkan semua orang bahwa tidak ada manusia yang tidak bingung.
Saya rasa menjadi manusia itu tidak berat sama sekali, hanya saja tuntutan dari apa yang kita pilih dalam puzzle kehidupan cenderung membawa tanggungjawab yang harus diselesaikan secara tuntas. Bagaimana jika kita tidak memilih? Sayangnya, tidak memilih adalah sebuah pilihan yang tetap memunculkan fenomena alam yang saya sebut tanggungjawab.
Hal ini tidak buruk sama sekali karena pilihan anda adalah tidak memilih selayaknya doi yang juga tidak memilihmu, ups. Ini adalah hal dasar fundamental dalam undang-undang kehidupan apakah seseorang layak disebut manusia atau tidak. Selebihnya, mari kita sruput sedikit kopi dengan gula atau tidak karena beberapa hal dibawah ini adalah menu utama dari hidangan seorang pemuda yang nyaris kehilangan jadi diri.
Bernafas
Temanku yang saya sayangi, saya tau anda kecewa membaca poin pertama tersebut. Namun percayalah, menjadi manusia berarti menjadi mahluk yang menghisap oksigen setiap saat tanpa henti secara otomatis. Akan berbahaya jika nafasmu manual dengan selang menggantung yang ujungnya seperti mouse besar tertempel di hidungmu.
Lalu, pernahkah anda berada di dalam suatu ruangan yang kecil dengan selusin manusia tanpa adanya ventilasi udara, di mana semua orang berebut oksigen untuk hidup? Sampai sini saya harap teman- teman dapat melihat sisi lain dari apa yang sering kita remehkan sebagai manusia bumi.
So, manusia tidak dapat menghasilkan oksigennya sendiri karena bukan tipikal tipe-tipe mandiri. Oksigen dihasilkan oleh alam, laut dan hutan adalah tokoh utamanya. Jadi, sebagai manusia jika kita sadar diri masih butuh oksigen sudah selayaknya untuk merawat alam.
Sebenarnya tidak perlu susah-susah buat repotin diri sih bre, mungkin cukup dengan tidak membuang sampah sembarangan sudah cukup atau memakai knalpot baik standart maupun modifan asal tidak mengeluarkan asap secara berlebihan serta suara yang tembus langit, its enough.
Menghargai
Bre, pernah tidak ketika anda lagi berbicara namun tidak ada yang mendengarkan? Sesimpel mendengarkan orang lain berbicara kepada kita tanpa bermain hape, misalnya. Tidak semua orang mampu melakukannya. Lalu, apakah layak kita menjadi manusia? Ketika tidak bisa memberikan ruang kepada seseorang untuk berbicara adalah hal fatal yang sebisa mungkin kita hindari (karena saya juga masih tahap belajar), karena efek dari perilaku ini dapat menimbulkan trauma kepada sesorang.
Kita tahu bahwa trauma adalah hal yang sulit untuk disembuhkan, bahkan ke psikiater pun butuh beberapa kali konsul. Apalagi nih ya, kita hidup di zaman dimana semua orang menganggap mental health is important.
Saya ada kutipan yang menarik ”perlakukanlah seseorang sebagaimana anda ingin diperlakukan”. Ini penting karena menghargai seseorang bukanlah sebuah dosa apalagi kutukan dari leluhur, ia adalah manner yang dimiliki oleh manusia yang memiliki rasa. Tapi, bagi saya sendiri menghargai seseorang adalah hal memang harus dilakukan oleh manusia selagi rasa hormat kita menghargai seseorang tidak menggores harga diri yang imut nan lucu ini.
Sejujurnya ada hal lain ingin saya sampaikan, namun mengingat keterbatasan manusia selalu ada dan akan selalu ada maka cukup puaslah saya bisa menuliskan hal receh seperti ini. Intinya menjadi manusia adalah seni bagaimana memerankan peranmu dengan epic.
Jika hanya sekadar saja menjadi manusia asal bisa hidup sampai besok, saya rasa hewan pun melakukan hal demikian. Memang tidak mudah, sulit bahkan. Tapi apa kita akan menyerah?
Itu saja, terima kasih.
Penulis | Tama | Editor | Ibrahim