-->
Menguak Kejanggalan Pemilu Raya 2020
Menguak Kejanggalan Pemilu Raya 2020

Menguak Kejanggalan Pemilu Raya 2020

Pemilu  Raya adalah pesta demokrasi yang ditunggu-tunggu oleh banyak mahasiswa. Dengan adanya Pemilu Raya diharapkan mahasiswa dapat menggunakan hak pilihnya dan berdemokrasi secara bersih. Namun apa jadinya ketika proses dalam Pemilu Raya ada bau amis yang mengindikasikan borok demokrasi?


LPM Nusa sebagai lembaga pers yang independen dengan komitemen mencari titik terang isu terkini di lingkungan UNU Yogyakarta telah melakukan kajian secara obyaktif terkait Pemilu Raya UNU Yogyakarta tahun 2020. Berdasarkan kajian tersebut, LPM Nusa menemukan kejanggalan dengan diloloskannya pasangan calon atas nama Mustiko Cahyono Furqon bersama Ruslan Abdul Parid sebagai calon Ketua dan Wakil Ketua BEM Periode tahun 2020. Kejanggalan itu ditemukan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:


Kejanggalan Pertama: Rangkap Jabatan Calon Wakil Ketua BEM



Pada tanggal 27 Desember 2019 Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) mengumumkan pembukaan pendaftaran Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM berikut persyaratannya yang di poin pertama berbunyi “tidak sedang menjabat ketua di luar ataupun di dalam universitas” Akantetapi, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh LPM Nusa, Ruslan Abdul Parid saat ini masih menjabat sebagai Ketua Pengurus Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Kecamatan Sewon, Bantul. 


LPM Nusa telah melakukan tabayyun kepada anggota KPUM terkait hal tersebut di atas. Menurut KPUM, Calon Wakil Ketua BEM diperbolehkan menjadi ketua di dalam maupun di luar kampus dengan dasar bahwa aturan tersebut tidak ada dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Keluagga Besar Lembaga Mahasiswa (KBLM) UNU Yogyakarta. Selain itu, menurut KPUM aturan tersebut telah dibatalkan dengan adanya pengumuman melalui surat bernomor: 014/KPU-M/I/2020 yang berisi informasi perpanjangan waktu pendaftaran sampai 06 Januari 2020 dan penegasan ketentuan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM serta 2 delegasi Calon Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dari  masing-masing prodi.
Surat edaran KPUM beberapa waktu lalu


Namun demikian, berdasarkan kajian LPM Nusa, terdapat cacat logika dalam pernyataan tersebut. Cacat logika yang dimaksud adalah: Pertama, Pengumuman KPUM melalui Surat Bernomor: 014/KPU-M/I/2020 poin pertama berbunyi, “Ketua BEM dan 2 delegasi untuk DPM dari setiap HMP tidak boleh merangkap jabatan ketua organisasi intra maupun ekstra kampus”. Sedangkan poin kedua berbunyi, “Untuk selebihnya terkait persyaratan ketua dan wakil ketua BEM serta DPM sudah tertera ppada pamflet pengumuman yang sudah di share pada grup forum ketua HMP dan grup-grup lainnya.” 


Menurut kajian LPM Nusa, dalam pengumuman tersebut tidak ada kalimat yang menjelaskan bahwa Calon Wakil Ketua BEM boleh merangkap jabatan. Kedua poin tersebut bukanlah revisi terhadap poin pertama dalam edaran persyaratan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM, melainkan hanya penegasan bahwa Calon Ketua BEM tidak boleh merangkap jabatan. Sebab dalam poin selanjutnya dinyatakan bahwa terkait persyaratan ketua dan wakil ketua BEM serta DPM sudah tertera pada pamflet pengumuman yang sudah di share pada grup forum ketua HMP dan grup-grup lainnya. Artinya persyaratan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM tetap merujuk pada pamflet Persyaratan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM yang dikeluarkan KPUM pertamakali.


Selanjutnya, apabila KPUM menyebutkan bahwa dalam ADART KBLM yang disebutkan tidak boleh merangkap jabatan hanyalah Calon Ketua, maka dengan adanya pamflet Persyaratan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM yang dikeluarkan oleh KPUM yang pada poin pertama menyebutkan “tidak sedang menjabat ketua di luar ataupun di dalam universitas” secara otomatis menyatakan bahwa Wakil Ketua BEM juga tidak diperbolehkan merangkap jabatan. Hal itu mengingat di dalam ADART KBLM tidak disebutkan persyaratan Wakil Ketua BEM. 


Dengan tidak adanya persyaratan terkait Calon Wakil Ketua BEM dalam ADART KBLM, maka Persyaratan Calon Wakil Ketua BEM tidak sedang menjabat ketua di luar ataupun di dalam universitas yang dikeluarkan oleh KPUM dianggap sebagai kebijakan KPUM sehingga tetap harus dijalankan. 


Kejanggalan Kedua: Tidak Lengkap Administrasi



Dalam  pamflet Persyaratan Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM yang dikeluarkan oleh KPUM  pada poin ke 7 disebutkan bahwa pasangan calon diharuskan melampirkan karya ilmiah. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh LPM Nusa juga pengakuan Mustiko Cahyono Furqon, pasangan calon tersebut tidak mengumpulkan karya ilmiah. Padahal dalam Hasil Kongres KBLM Tata Tertib Pemilu Raya BAB IV pasal 10 ayat 12 disebutkan bahwa Calon Ketua-ketua KBLM harus memenuhi persyaratan administratif yang ditentukan oleh KPUM. Dengan demikian, maka pasangan calon tersebut seharusnya tidak lolos verifikasi administrasi Bakal Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM. Sehingga secara otomatis seharusnya tidak diloloskan sebagai pasangan calon yang akan dipilih.
Pamflet awal yang diedarkan KPUM


Kajian ini sudah disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pemilu (Panwaslu) pada Senin (13/01). Rahman selaku ketua Panwaslu menyatakan akan melakukan komunikasi dengan KPUM. Kita sama-sama berharap demokrasi di kampus ini dapat berjalan dengan adil dan bersih. Jangan sampai hanya karna kejar tayang, Pemilu Raya menjadi terlihat dipaksakan. 


Apabila persyaratan dianggap terlalu memberatkan, seharusnya persyaratan tersebut dimusyawarahkan untuk derivisi dan dibuka perpanjangan waktu pendaftaran bakal calon Ketua dan Wakil Ketua BEM serta mengajak kerjasama masing-masing fakultas untuk mengeluarkan satu kandidat. Adapun apabila tetap menggunakan peraturan yang ada, seharusnya KPUM tetap adil untuk tidak meloloskan dan tetap patuh pada aturan yang telah dibuat. Sebab ketika terdapat cacat dalam proses demokrasi, kedepan akan menimbulkan ketidakpercayaan mahasiswa dan menurunkan minat mereka untuk berpartisipasi dalam Pemilu Raya. 

Baca juga: